Sabtu, 03 Agustus 2013

Basuki Tjahaja Purnama Vs Preman Tanah Abang


JAKARTA, KOMPAS.com — Kantor ekspedisi di Tanah Abang ikut menyumbang kemacetan di kawasan tersebut. Sudah disegel, tetapi mereka tetap beroperasi. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pun memerintahkan untuk menangkap pemiliknya.

Kantor ekspedisi yang menjamur di Tanah Abang ikut menjadi target penertiban kawasan tersebut. Saat ini, Wali Kota Jakarta Pusat telah melayangkan surat sosialisasi penertiban yang akan dilakukan pada Minggu, 11 Agustus 2013
.

Beda dengan PKL Tanah Abang yang akan sidang di tempat, Basuki memerintahkan agar tindakan pada kantor ekspedisi lebih tegas. Dia meminta pengusahanya langsung ditangkap.

"Ekspedisinya langsung Bapak tangkap, pidanakan, denda. Satu bulan Bapak berlakukan begitu, Bapak enggak usah nunggu enam bulan. Takut, Pak. Dan ini buat teror seluruh Jakarta, Pak. Baru kita pilih-pilih, kita sikat yang mana," kata Basuki saat Rapat Penanggulangan Kemacetan di Balaikota Jakarta, Rabu (31/7/2013), dilansir dari video Pemprov DKI di Youtube.

Basuki juga meminta agar dendanya bukan dikenakan tindak pidana ringan dengan denda yang hanya Rp 5.000 dan Rp 10.000. Dia meminta jaksa menuntut maksimal sehingga hukumannya bisa 10 persen dari denda maksimal Rp 50 juta, yakni Rp 5 juta
.

Pemerintah Provinsi DKI sudah menyegel puluhan kantor ekspedisi di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada 11 Juli 2013. Namun, dari pantauan Kompas.com, Kamis (18/7/2013), belasan perusahaan ekspedisi terlihat masih melakukan kegiatan bongkar muat barang, di antaranya Batam Lintas Logistik, Ekspedisi Jaya Trans, dan Gangga
 Transport.

Njum, salah seorang portir dari perusahaan ekspedisi Gangga Transport yang terkena segel Satpol PP, mengatakan, sehari setelah disegel, kantor itu kembali beroperasi. Mereka tidak memedulikan bahwa kantor tersebut telah disegel.

Analisa:
            Kantor ekspedisi di Tanah Abang ikut menyumbang kemacetan, meskipun sudah disegel, namun masih tetap beroperasi. Akhirnya Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memerintahkan untuk menangkap pemiliknya (preman). Kantor ekspedisi ini menjadi target penertiban kawasan ini. Wali Kota Jakarta Pusat telah melayangkan surat sosialisasi penertiban yang akan dilakukan pada Minggu, 11 Agustus 2013. Pemerintah telah memberi surat peringatan, tetapi warga tidak mempedulikannya. Inilah salah satu budaya Indonesia yang kurang baik namun tetap berkembang di mana saat diperingatkan dengan cara halus tidak mempedulikan namun saat sudah diperingatkan dengan keras justru mereka bersikap lebih anarki. Contohnya saat 
Njum, salah seorang portir dari perusahaan ekspedisi Gangga Transport yang terkena segel Satpol PP, mengatakan, sehari setelah disegel, kantor itu kembali beroperasi. Mereka tidak memedulikan bahwa kantor tersebut telah disegel.
            Basuki meminta pengusahanya langsung ditangkap apabila melanggar ketentuan yang telah ditetapkan. Namun pendapat penulis cara demikian kurang efektif karena akan menimbulkan penolakan dari elemen pasar yang kemudian bisa berubaha menjadi tindakan anarkisme. Padahal pemerintah telah memberikan alternatif tempat untuk mereka berdagang, tetapi mereka tidak mau tahu. Alasannya karena mereka menganggap kalau di tempat yang baru tidak seramai di tempat yang lama. Pemerintah telah merapatkan kasus kemacetan ini dalam rapat Penanggulangan Kemacetan di Balaikota Jakarta, Rabu (31/7/2013).
            Untuk memberi efek jera, Basuki juga meminta agar dendanya bukan dikenakan tindak pidana ringan dengan denda yang hanya Rp 5.000 dan Rp 10.000. Dia meminta jaksa menuntut maksimal sehingga hukumannya bisa 10 persen dari denda maksimal Rp 50 juta, yakni Rp 5 juta. Pendapat penulis tentang hal ini adalah hukuman yang kecil tidak akan memberi efek jera bagi pedagang karena mereka beranggapan bahwa hanya Rp.5.000,- atau Rp.10.000 sangat murah dan dianggap sebagai uang sewa bukan sebagai denda.
Pemerintah Provinsi DKI sudah menyegel puluhan kantor ekspedisi di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada 11 Juli 2013. Kamis (18/7/2013), belasan perusahaan ekspedisi terlihat masih melakukan kegiatan bongkar muat barang, di antaranya Batam Lintas Logistik, Ekspedisi Jaya Trans, dan Gangga Transport.

Jadi, untuk mengubah sesuatu yang menjadi budaya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Harus dilakukan dengan cara-cara yang tegas. Tidak bisa menunggu lama-lama lagi, ibarat sakit tidak diobati maka akan menjadi semakin parah dan tidak dapat disembuhkan. Jika budaya Indonesia dianggap sebagai kanker maka Indonesia telah sampai stadium 4 dan sulit disembuhkan. Maka perlu adanya perubahan.

1 komentar: